Sep 25, 2013

(cerpen): "Ketika"


Gerimis mulai membasahi halaman rumahku. Aku masih duduk, termangu sambil menatap ke arah pintu di ruang tamu yang tak kunjung terbuka daritadi. Mungkin sudah 4 jam lebih aku duduk diatas sofa, menunggu Mama dan Papa pulang.
“Non Tian,” suara lembut Bi Sani memanggil namaku “Non Tian, makan siang dulu ya, bibi udah siapin itu makanan buat makan siang Non Tian.”
Aku tersenyum kepada pengasuhku semenjak aku kecil ini,”Makasih Bi, tapi Tian masih kenyang. Nanti Tian makan deh.”
“Tapi beneran loh ya, Non. Bibi gak mau kalo nanti Non Tian sakit.” kata Bi Sani dengan nada khawatir.
Lalu aku menganggukan kepala sembari berkata, “Iya bi, beneran kok.”
Bi Sani lalu beranjak pergi meninggalkanku sendirian di ruang tamu. Aku menghela nafas pelan. Aku mulai melihat sekelilingku. Sepi. Ya, memang yang tinggal di rumah ini hanya aku dan Bi Sani. Aku tidak memiliki kakak maupun adik, sedangkan Mama dan Papa-ku  jarang sekali berada di rumah. Semenjak usaha dagang mereka sukses, mereka berdua lebih sering berada di luar negeri daripada di rumah sendiri. Mereka lebih sering bersama rekan bisnis, daripada dengan anak  sendiri. Semua itu mereka lakukan dengan alasan demi aku. Sungguh, ingin sekali aku bisa bersama mereka sehari penuh tanpa gangguan dari urusan bisnis mereka.


Air mata menetes, dan mulai membasahi baju yang aku kenakan.
Ah, lebih baik aku makan siang saja dulu, daripada duduk menunggu Mama dan Papa yang tak jelas kapan pulang.
Ketika aku berdiri dari sofa, bel rumah berbunyi nyaring. Segera aku berlari ke pintu, dan membuka pintu.
“Papa! Mama!” seruku senang ketika melihat mereka berdua berdiri di depan pintu. Mereka berdua mendekat dan memelukku. “Tian kangen banget sama Mama, sama Papa juga. Aaaah, Tian seneng banget Papa sama Mama pulang.” Air mataku mulai mengalir,  sudah tak bisa aku bendung lagi.
“Mama juga bahagia bisa ketemu sama anak mama yang cantik ini,” Mama mengecup keningku, lalu memelukku lagi. Papa hanya diam, namun beliau terlihat mengusap mata. “Ayok deh masuk dulu, ntar kangen-kangenan-nya kita lanjutin di dalam.” ucap Mama dengan senyum anggun menghiasi mukanya. Setelah itu kami bertiga masuk ke dalam rumah.
***
Malam harinya, ketika makan malam telah usai, aku mengutarakan isi hatiku.
“Pa, Ma... Boleh gak Tian ngomong sesuatu?”
Papa menatapku dengan pandangan hangat, dan beliau berkata,”Tentu saja boleh sayang. Ayo, Tian mau ngomong apa? Papa dengerin deh.”
“Ummm... Tian pengen Papa sama Mama di rumah aja, nemenin Tian disini. Tiap kesepian tiap Papa sama Mama pergi-pergi terus untuk urusan bisnis. Tian sedih karena Tian ngerasa kayak gak punya siapa-siapa. Tian sedih kalo tiap ada rapat orang tua, pasti  cuma orang tua Tian yang gak datang. Ya, Pa, Ma, Tian mohon. Papa sama Mama tinggal di rumah aja.”
Ekspresi penuh kasih sayang di muka Papa dan Mama segera tergantikan oleh ekspresi kaget. Ya, aku tahu, mungkin mereka menganggap apa yang barusan aku katakan konyol, konyol karena aku meminta mereka untuk tetap berada disini, untuk meninggalkan segala macam kegiatan bisnis mereka. Padahal bisnis sudah menjadi bagian hidup mereka.
Mama tersenyum kaku, begitu juga dengan Papa.
“Tian,” ucap mama setengah berbisik “Mama sama Papa sebenarnya juga kepengen bisa sama Tian terus di rumah. Tapi kan Mama sama papa ngelakuin semua ini juga biar kamu bahagia nantinya. Biar kamu gak susah sayang.”
“Iya sayang, benar apa kata Mama kamu. Kami sama sekali gak pengen bikin kamu sedih. Kami ngelakuin ini semua justru karena kami ingin kamu bahagia, nak.”
Air mata mulai mengalir deras dari kedua mataku. “Tapi Pa, Ma, kalo kalian pengen aku bahagia, gak kaya gini caranya. Tian akan lebih bahagia kalo Papa sama Mama bisa disamping aku, nemenin aku.”
“Maafkan kami, sayang.” ucap mama sambil mengusap air mataku. Air mataku malah mengucur semakin deras. Sesak sekali rasanya. Ingin sekali aku berteriak untuk mengeluarkan semua kesedihanku. Tiba-tiba terdengar suara handphone berbunyi. Terlihat Papa mulai merogoh-rogoh saku di kemejanya.
Ah, pasti itu dari rekan bisnisnya, pikirku.
“Halo, selamat malam... Ah iya Pak Tanto... iya... oh, oke, besok?... yayaya, segera saya akan mengabari anda... iya.. hahaha, tidak apa-apa pak.. Terimakasih, selamat malam.” Papa mengahiri percakapan di teleponnya. Segera mama bertanya, “Ada apa Pa?”
“Ini Ma, Pak Tanto ngabarin, kalo klien kita yang di Singapore pingin ketemu sama kita besok.”
Mama lalu menoleh ke arahku, wajah beliau terlihat cemas. Aku hanya diam. Aku tak tahu harus bagaimana. Mana mungkin aku menghalangi mereka untuk pergi ke Singapore esok hari. Toh, kalaupun aku memaksa mereka untuk tetap tinggal di rumah besok, mereka juga tidak akan mau.
Aku berdiri dari kursi, dan berkata, “Tian harap, Papa sama Mama tetap tinggal disini nemenin Tian besok.”
Mama dan Papa hanya diam. Mereka tetap duduk di kursi mereka. Aku lalu berlari menuju kamarku, membanting pintu kamar sehingga menimbulkan suara yang membuat telinga sakit. Aku tahu aku telah bertindak tidak sopan, tapi bagaimana lagi, aku kesal sekali. Aku segera merebahkan badanku diatas kasur, terisak-isak, mengusap air mataku dan lalu menutupi wajahku dengan bantal. Mengapa orang tuaku lebih mementingkan urusan bisnis daripada anaknya sendiri?
***
Esok paginya aku bangun dengan perasaan sedikit tenang. Kekesalanku akan kejadian semalam sudah berkurang. Segera aku bangun dari tempat tidurku, keluar dari kamar, dan berjalan menuju ruang tengah.
Diatas meja, aku menemukan secarik kertas.
Maaf sayang, Papa  sama Mama harus pergi ke Singapore untuk menyelesaikan urusan bisnis. Papa dan Mama akan segera kembali setelah urusan kami disini selesai.
Mendadak aku merasa lemas sekali. Perasaan sedih mulai menyelimutiku.
“Ah, aku tak boleh terus-terusan bersedih seperti ini. Aku harus tetap menjalani hidupku. Mungkin ini adalah cara Mama dan Papa menyayangiku. Ahaha. Semangat!”
Aku mulai mendoktrin diriku sendiri agar aku lebih bersemangat, agar aku tidak terus-terusan bersedih seperti ini.  Segera aku melangkahkan kakiku kembali ke kamar untuk mandi dan bersiap-siap berangkat sekolah.
***
Jalanan menuju sekolah pagi ini terlihat lengang sekali, aku hanya menemui beberapa motor saja yang terlihat melintas, mungkin ini gara-gara sekarang sudah hampir jam 7. Jarak menuju sekolahku tinggal sedikit lagi. Lalu aku memacu motor yang aku kendarai dengan kecepatan mencapai 80km/jam. Ketika di perempatan dekat sekolah tiba-tiba....
Cccciiiiitttt.... duaaaaarr...
Aku tak dapat mengerem motorku sampai bisa berhenti. Motorku menabrak sedan putih yang juga sedang melaju kencang dari belokan sebelah kanan. Aku merasa pusing sekali, pandanganku menjadi kabur. Sayup-sayup aku mendengar orang-orang berteriak dan mulai mendatangiku. Lalu semuanya menjadi gelap.
***
Aku melihat Bi Sani menangis sambil terisak pelan di sebelahku, lalu tak berapa lama kemudian dari kejauhan terlihat Mama dan Papa berlarian menuju diriku. Mama terlihat seperti orang linglung, lalu beliau mulai berteriak-teriak memanggil namaku saat dia telah berada di dekatku. Hei, bukan kah aku disini? Ada apa ini? Kenapa semua orang di dalam ruangan berwarna putih ini terlihat sedih?
Aku memanggil orang-orang yang aku kenal, Mama, Papa, Bi Sani. Tapi terlihat tak satupun dari mereka menoleh kearahku. Aku mulai berpikir disni ada sesuatu yang aneh. Tapi apa hal aneh itu?
Seorang pria, dengan pakaian dokter masuk kedalam ruangan itu. Dia menyalami kedua orang tua ku, lalu ia berbicara pada kedua orang tuaku, dia mengucapkan sesuatu hal yang akhirnya menyadarkanku apa hal yang aneh itu.
Roh dan jasadku telah terpisah. Aku telah meninggal. Aku berdiri, dan aku dapat melihat jasadku tergeletak diatas ranjang. Mama mendekat, dan beliau mulai mengusap rambutku. Lalu beliau mencium keningku sama seperti yang beliau lakukan saat kemarin siang. Beliau berbisik pelan tepat disamping telingaku. Beliau berbisik, “Tian maafin Mama, maafin mama karena Mama gak bisa jagain kamu. Maafin Mama, Tian, maaf... Mama sayang Tian. Nak bangun nak bangun...”
Papa lalu membimbing Mama untuk berdiri. Muka Papa juga terlihat sedih, namun ia berusaha untuk terlihat tegar. Ia memeluk mama, dan mulai membisikan kata-kata untuk menenangkan Mama. Bi Sani yang sedari tadi diam saja, akhirnya bersuara.
“Nyonya, ini saya tadi nemuin ini di kamar non Tian.” ucap Bi Sani sambil menyerahkan kertas berwarna biru muda.
Hei, bukankah itu adalah kertas yang berisi curahan hatiku?
Mama mulai membacanya.
“Tian sebenarnya gak tahu harus nulis apa. Umm, mungkin Tian akan menulis apa yang Tian rasain. Tian juga gak berharap banget ada orang yang baca tulisan Tian terus ngasih tahu Mama sama Papa.
Kalo Tian boleh milih, Tian pengen banget bisa bersama Mama dan Papa terus.Kalo boleh milih, Tian pingin balik ke masa-masa dimana Papa sama Mama masih jualan di toko depan rumah aja, daripada’jualan’ sampai keluar negeri. Kalo Papa sama Mama jualan di depan rumah kan Tian bisa lama-lama sama mereka. Hehe, mungkin Tian kayak anak kecil kalo gini. Tapi, sungguh, Tian cuma pengen Papa Mama nemenin Tian disini. Tian sebenernya gak pengen gadget-gadget terbaru yang Papa kasih kenaikan kelas kemarin.  Tian juga sebenarnya gak pengen mobil yang Papa Mama kasih waktu ulang  tahun Tian kemarin. Sekali lagi, Tian cuma pengen Papa sama Mama tinggal di rumah sama Tian. Ngehabisin waktu bareng Tian....”
Aku tahu, sebenarnya Mama belum selesai membaca semua tulisanku di kertas itu. Namun Mama sudah berhenti tanpa menyelesaikannya.
Mama mencoba tersenyum. Beliau mendekati jasadku lagi. Lalu ia berbisik,”Tian, maafin Mama. Mama ikhlas.. Mama ikhlas... semoga anak baik seperti kamu dapat bahagia di surga sana.” Mama mengecup keningku sekali lagi, begitu juga dengan Papa, dan  Mama menyeka air matanya yang mengalir semakin deras.
Aku tersenyum, tapi aku juga menangis. Menangis terharu. Ingin sekali aku memeluk mereka dan mengatakan aku sangat sayang mereka. Namun itu tidak mungkin.
Tiba-tiba dua malaikat datang menghampiriku, mereka tersenyum padaku, mereka mengatakan bahwa aku harus pergi sekarang. Lalu mereka menggenggam tanganku erat-erat dan membawaku terbang meninggalkan dunia ini.

1 comment:

  1. Kereeeennn haha :D bakat ternyata :P
    Eh iya nad cerpenku udah upload,silakan dibaca,dinilai,dikomentari terserah haha :D

    ReplyDelete